SLEMAN, bisnisjogja.id – Keuangan digital berkembang sangat pesat. Banyak platform menawarkan kemudahan bertransaksi. Salah satunya, penggunaan layanan paylater yang terus meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Di tengah kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, tren ini mencerminkan perubahan perilaku konsumsi masyarakat menuju pola belanja berbasis utang jangka pendek yang semakin meluas.
”Fenomena itu perlu diwaspadai karena berpotensi menjadi bom waktu ekonomi jika tidak diimbangi dengan literasi keuangan yang baik,” ungkap Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Lela Hindasah.
Ia menjelaskan, dalam sistem paylater, masyarakat terdorong untuk berbelanja melebihi kemampuan riilnya. Jika tingkat gagal bayar meningkat, dampaknya bisa meluas hingga memengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional.
Menurutnya, berbeda dengan kartu kredit yang memerlukan proses verifikasi ketat, layanan paylater menawarkan kemudahan luar biasa, yakni cukup dengan satu klik, pengguna bisa langsung bertransaksi tanpa jaminan yang jelas.
Kemudahan tersebut justru dapat menjadi jebakan karena bunga efektif paylater sering kali lebih tinggi dibandingkan kartu kredit, ditambah biaya administrasi dan denda keterlambatan yang kerap diabaikan oleh pengguna.
Budaya Instan
Lela mengatakan, tren paylater banyak ditemukan di kalangan Generasi Z dan mahasiswa, yang akrab dengan gaya hidup digital, e-commerce, serta budaya instan.
”Generasi ini tumbuh di era promo, cashback, dan diskon musiman yang membuat belanja terasa menyenangkan, seolah tanpa risiko,” tambah Kepala Galeri Bursa Efek Indonesia (BEI) FEB UMY tersebut.
Padahal, kebiasaan berutang sejak dini tanpa kemampuan mengatur keuangan dapat berdampak panjang, mulai dari stres akibat tagihan, penurunan produktivitas, hingga rusaknya riwayat kredit pribadi.
Jika tidak disertai literasi keuangan yang memadai, perilaku konsumtif dapat menghambat kemandirian finansial di masa depan.
Lela menekankan pentingnya peran kampus membentuk karakter finansial mahasiswa. Melalui kegiatan literasi keuangan, edukasi pasar modal, hingga pelatihan perencanaan keuangan pribadi, mahasiswa dapat belajar membuat keputusan finansial yang bijak dan bertanggung jawab.
Ia menegaskan teknologi keuangan seharusnya menjadi alat bantu, bukan sumber masalah. Dengan pemahaman yang benar, paylater dapat dimanfaatkan secara sehat tanpa menjerumuskan pengguna ke lingkaran utang yang merugikan.





