Indonesia Miliki Cadangan Panas Bumi Terbesar, Perlu Paradigma Baru Percepat Pengembangannya

oleh -35 Dilihat
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi.(Foto: istimewa)

BANDUNG, bisnisjogja.id – Sangat penting munculnya paradigma dan model bisnis baru yang lebih progresif, terintegrasi, dan berbasis nilai tambah untuk mengakselerasi pengembangan energi panas bumi nasional.

Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi mengungkapkan itu pada Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) atau Indonesian Geothermal Association (INAGA) di gelaran ”14th ITB International Geothermal Workshop (IIGW) 2025” di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ia menyampaikan presentasinya berjudul ”Triggering Indonesia’s Geothermal Boom: Creating Value Through Updated Technology, Cost Optimization & New Revenue Stream Business”.

Julfi menegaskan jika dikelola dengan model bisnis baru yang adaptif, panas bumi bukan sekadar sumber energi ramah lingkungan, tetapi juga dapat menjadi fondasi industrialisasi hijau dan kesejahteraan komunitas lokal.

”Selama 30 tahun kita bicara soal pengembangan panas bumi, tapi perkembangannya belum optimal. Sejauh ini, Indonesia baru memanfaatkan sekitar 12 persen dari total potensinya,” paparnya.

Padahal, Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia. Karena itu, perlu terobosan baru. Indonesia membutuhkan teknologi baru, mengurangi biaya, meningkatkan produksi, menambah revenue stream, dan membangun ekosistem yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

”Jika kita bisa mengembangkan potensi secara optimal, panas bumi akan menjadi sebuah industri besar di Indonesia,” tandas Julfi.

Momentum Tepat

Ia juga menyoroti bahwa saat ini momentum yang tepat untuk mendorong pengembangan panas bumi. Dengan target swasembada energi yang menjadi bagian dari visi Asta Cita pemerintah, panas bumi dapat berperan sebagai salah satu pilar utamanya.

”Kita perlu menyampaikan pesan yang jelas ke pemerintah agar semakin memperkuat sinergi yang ada. Kita butuh political will untuk mendorong pertumbuhan industri panas bumi di Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi geopolitik global yang tidak menentu dan semakin mendesaknya krisis iklim memperkuat urgensi untuk memanfaatkan sumber energi lokal yang bersih dan andal.

Dengan cadangan hingga 24 gigawatt (GW), panas bumi merupakan solusi konkret yang dapat menopang transisi energi Indonesia secara berkelanjutan. Asosiasi menargetkan kapasitas terpasang Indonesia dapat melampaui Amerika Serikat di 3,8 GW pada tahun 2029, lebih tinggi dari target pemerintah sebesar 3,6 GW, dan 7,8 GW pada tahun 2034.

Julfi memaparkan pula beberapa tantangan utama pada industri panas bumi di Indonesia, antara lain risiko eksplorasi yang tinggi, capital expenditure (capex) yang besar, serta perlunya kerja sama erat dalam penguatan jaringan transmisi.

”Untuk menjawab tantangan ini, sangat penting pengembangan sumber daya secara bertahap (staged development) guna menurunkan risiko eksplorasi, adopsi teknologi baru seperti modular power plant, co-generation, dan electrical submersible pumps untuk mendorong peningkatan produksi dan percepatan waktu Commercial Operational Date (COD), serta perlunya skema workable insentif fiskal dan non-fiskal dari pemerintah,” paparnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.