Angkringan Watu Kuro, Ruang Perjumpaan Berbagi Pengalaman

oleh -91 Dilihat
WATU KURO: Angkringan khas Yogyakarta, Watu Kuro bukan sekadar tempat nongkrong.(Foto: Yuliantoro)

SLEMAN, bisnisjogja.id – Angkringan identik dengan Kota Budaya, Yogyakarta. Hampir setiap sudut ada warung angkringan yang menjadi tempat nongkrong sekaligus bertukar pengalaman, berbagai pemikiran.

Angkringan ini pula yang ada di Dusun Ngetiran, Rejodani, Sariharjo, Ngaglik, Sleman. Di tempat yang selalu dingin, sejuk, segar ini menjadi ruang perjumpaan, laboratorium kultural, sekaligus kanvas hidup yang menyatu dengan alam.

Angkringan Watu Kuro, begitu sebutannya. Sebuah titik hening yang menghadirkan udara sejuk, suasana teduh, dan seduhan rempah yang menghangatkan raga dan jiwa.

Berdiri pada 2 Juli 2025, Watu Kuro berdiri di atas lahan seluas 700 meter persegi, dengan bangunan utama 6×12 meter yang berpijak di atas tanah penuh batu sisa endapan Merapi. Alih-alih menyingkirkan batu-batu itu, pendirinya memilih menjadikannya bagian dari narasi tempat.

Lewat tangan dingin Sriyadi Srintil, pelukis sekaligus alumnus Filsafat UGM 1987, batu-batu itu ditransformasi menjadi karya seni. Kura-kura dan simbol kehidupan digoreskan langsung di atas permukaan batu, menjadikannya kanvas alami yang memancarkan ruh estetika dan filosofi.

Berkumpulnya Aktivis

Ketika malam menjemput, suasana Watu Kuro menjadi magis. Tanpa polusi cahaya, bulan dan bintang menghias langit hitam. Tidak ada deru kendaraan atau lampu kota yang menyilaukan, hanya percakapan ringan, aroma kayu, dan detak alam yang mengantar nostalgia.

MENU KHAS: Berbagai menu kampung menjadi sajian khas Angkringan Watu Kuro.(Foto: Yuliantoro)

Seolah waktu berhenti, memberi ruang bagi kenangan untuk kembali. Bagi sebagian orang, Watu Kuro adalah mesin waktu. Bagi lainnya, ia rumah kedua yang penuh keakraban.

Tak heran jika banyak alumni UGM, terutama para mantan aktivis gelanggang mahasiswa, menjadikan tempat tersebut sebagai titik temu. Mereka datang bukan hanya untuk menyeruput kopi, tapi juga untuk berbagi kisah, melepas rindu, bahkan merancang ide-ide baru.

Watu Kuro berkembang sebagai ruang alternatif sosial, tempat diskusi, pembacaan puisi, hingga pertunjukan musik akustik dalam suasana yang intim.

Soal rasa, Watu Kuro menyajikan menu yang dekat dengan lidah kampung, nasi kucing, sate usus, tempe bacem, sambal terasi, hingga sayur lodeh dan oseng mercon. Semua disajikan tanpa polesan berlebih, mengandalkan ketulusan rasa dan kehangatan dapur rumahan. Mengingatkan kita pada masakan ibu, sederhana, tapi membekas.

Tak perlu cemas soal akses dan kenyamanan. Area parkir cukup luas untuk menampung puluhan kendaraan, dengan tata ruang yang tertata rapi.

Meja-meja kayu berpadu dengan cahaya temaram dan elemen batu, menciptakan atmosfer yang otentik dan menenangkan. Angkringan Watu Kuro bukan sekadar tempat singgah. Ia adalah ruang narasi, tempat merenung, berbincang, berbagi, dan menyatu dengan alam dalam harmoni yang nyaris punah di tengah dunia yang serba tergesa.

Jika Anda merindukan suasana tempo dulu, semilir angin pedesaan, dan aroma rempah yang menenangkan, datanglah ke Ngetiran, Rejodani.

Di sana, Watu Kuro menanti Anda, untuk sejenak berhenti, menghela napas panjang, dan merasakan damai yang lama hilang. Selamat menikmati sejuknya Watu Kuro dan hangatnya berbagai nyamikan yang belum tentu ada di tempat Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.