Persoalan Kereta Cepat Pengaruhi Sentimen Investor

oleh -16 Dilihat
Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dyah Titis Kusuma Wardani PhD.(Foto: dok UMY)

JOGJA, bisnisjogja.id – Kereta cepat Whoosh menjadi perbincangan lagi karena beban utang yang sangat besar. Banyak pihak menilai proyek itu sebagai contoh kebijakan ambisius yang belum memberikan manfaat luas bagi masyarakat.

”Persoalan tersebut berpotensi memengaruhi sentimen investor serta keberlanjutan proyek infrastruktur strategis pada masa mendatang,” ungkap pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dyah Titis Kusuma Wardani PhD, Senin (3/11/2025).

Ia mengatakan publik merasa keberatan karena proyek yang dibiayai dengan utang besar tidak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Hal itu menimbulkan kekhawatiran terkait efisiensi belanja pemerintah dan risiko fiskal negara.

Menurut Dyah, proyek tersebut harusnya bisa dinikmati masyarakat luas namun faktanya penggunaan masih terbatas dan masyarakat tetap harus menanggung biaya sendiri. Ketika jumlah pengguna rendah, proyek berpotensi merugi, dan muncul dugaan penyimpangan atau markup.

”Kondisi ini menurunkan kepercayaan investor karena meningkatkan persepsi risiko politik, fiskal, dan reputasi proyek infrastruktur di Indonesia,” jelasnya.

Selain menggerus kepercayaan investor, ia juga menyoroti potensi beban fiskal pada negara. Jika proyek terus mengalami kerugian, pemerintah berpotensi memberikan suntikan modal tambahan atau jaminan negara kepada BUMN yang mengelola proyek sehingga menimbulkan tekanan langsung pada APBN.

Defisit APBN

Ia mengatakan ketika terjadi pembengkakan biaya dan pemerintah memberikan jaminan atau dukungan kepada BUMN seperti KAI, akan muncul tekanan fiskal berupa tambahan belanja, subsidi, atau penyertaan modal negara.

Laporan menyebut nilai proyek mencapai sekitar USD 7,2 7,3 miliar disertai beban bunga dan kerugian operasional yang menekan BUMN.

”Beban fiskal tersebut dapat memperbesar defisit APBN, mendorong kenaikan utang negara, dan bahkan menggeser prioritas belanja publik seperti pendidikan dan kesehatan. Pada akhirnya, masyarakat ikut menanggung beban utang,” paparnya.

Ia menyarakan, untuk mencegah kasus serupa di masa depan, penting melakukan strategi integritas pembiayaan publik, mulai dari penguatan tata kelola (governance), manajemen risiko fiskal, hingga transparansi kewajiban kontinjensi BUMN.

Strategi kuncinya meliputi transparansi dokumen dan kontrak, pembatasan jaminan negara, pencatatan kewajiban kontinjensi dalam APBN, stress test fiskal secara berkala, serta penerapan struktur pembiayaan campuran yang tepat.

”Pemerintah perlu memperkuat kapasitas institusi pengadaan dengan melibatkan publik dan legislatif dalam pengawasan,” tandasnya.

Dyah juga menegaskan pentingnya penerapan sanksi tegas pada pelaku pelanggaran administratif, markup, maupun penyimpangan anggaran agar proyek-proyek besar ke depan lebih akuntabel dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.