JAKARTA, bisnisjogja.id – Muncul permintaan agar bantuan sosial (bansos) mulai diubah menjadi program kewirausahaan sosial, guna menciptakan masyarakat yang lebih mandiri dan produktif.
Selain itu, hari libur yang tinggi turut memengaruhi rendahnya produktivitas kuartal kedua. Karenanya, pengusaha minta agar kembali menghitung jumlah hari kerja efektif karena dampaknya sangat besar.
Kondisi tersebut terungkap saat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggelar diskusi.
Diskusi bertajuk ”Global & Economic Outlook Q1-2025: Mengekstraksi Hambatan Perdagangan dan Gejolak Ekonomi Global untuk Daya Tahan Perekonomian Nasional” di Menara Kadin Indonesia, Jakarta Selatan.
Hadir dalam forum, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Pembangunan Berkelanjutan Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia Aviliani, dan Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara.
Reformasi Kebijakan
Shinta Widjaja Kamdani yang hadir mewakili Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie menekankan pentingnya reformasi kebijakan domestik dalam menghadapi potensi perlambatan ekonomi, terutama dalam produktivitas dan insentif.
”Salah satu rekomendasi utama yang kami dorong adalah peningkatan produktivitas ekonomi,” tandas Shinta.
Ia menyebut jumlah hari libur yang tinggi turut memengaruhi rendahnya produktivitas kuartal kedua. Ia minta agar kembali menghitung jumlah hari kerja efektif, karena hal itu punya dampak sangat besar.
Shinta juga mengusulkan agar bantuan sosial (bansos) mulai diubah menjadi program kewirausahaan sosial, guna menciptakan masyarakat yang lebih mandiri dan produktif.
”Program kewirausahaan sosial dengan sendirinya mendorong masyarakat meningkatkan produktivitas karena memberikan kail, bukan umpan,” tegasnya.
Kadin juga menyoroti rendahnya tingkat kewirausahaan nasional yang kini masih di angka 3,47 persen. Angka itu cukup jauh dari target 10-12 persen seperti negara maju.
Ia pun mendesak perbaikan incremental capital output ratio (ICOR) nasional yang masih berada di atas enam persen, jauh dari rata-rata ASEAN yang hanya tiga-empat persen.
Dampak Kebijakan
Pada sisi lain, Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia Aviliani menyoroti lemahnya dampak kebijakan anggaran terhadap dunia usaha.
”Pengusaha melihat apa efek dari pengalihan anggaran tidak terdampak pada pengusaha,” ungkap Avi.
Ia juga menekankan perlunya fokus yang jelas dalam belanja pemerintah agar tercipta efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi.
”Ketika tidak ada fokus, itu juga berpengaruh terhadap multiplier efek ekonomi pada pengusaha dan dunia usaha,” jelasnya.
Wakil Menteri Keuangan RI, Suahasil Nazara menegaskan pentingnya menjaga fokus pada strategi jangka menengah dan panjang di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat saat ini.
Kondisi global saat ini ditandai dengan melemahnya semangat multilateralisme dan meningkatnya kebijakan unilateralisme dari sejumlah negara.
Situasi tersebut memaksa banyak negara dan pelaku usaha untuk mengambil keputusan-keputusan jangka pendek.
Ia mengajak seluruh pelaku usaha untuk memperkuat kolaborasi dan mendorong penggunaan produk dalam negeri. Hanya dengan cara itu bisa melipatgandakan multiplier ekonomi nasional.





