Gerakan Koperasi Kredit Indonesia untuk Demokrasi Ekonomi, Kedaulatan Rakyat dan Perdamaian

oleh -86 Dilihat
Ilustrasi berbagai pemberitaan tentang koperasi di Indonesia.(Foto: Priyo Wicaksono)

LAMPUNG, bisnisjogja.id – Sebanyak 982 orang pengurus koperasi anggota Induk Koperasi Kredit (Inkopdit), yang mewakili 4,6 juta anggota berkumpul di Lampung. Mereka mengikuti berbagai kegiatan sekaligus Rapat Anggota Tahunan Nasional Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI).

Ketua Koordinator Advokasi Inkopdit, Dr Masiun menjelaskan, hadir dalam kegiatan perwakilan dari Puskopcuina, Induk Koperasi Usaha Rakyat (Inkur), Kementerian Koperasi dan UKM RI, serta Pemerintah Daerah Provinsi Lampung.

Acara tersebut menghasilkan Resolusi Lampung 2025 sebagai bentuk komitmen kolektif GKKI dalam menghadapi tantangan nasional dan global.

”Anggota menegaskan kembali jati diri koperasi sebagai gerakan rakyat yang berakar pada prinsip kemandirian, kerja sama, gotong royong, kemerdekaan, demokrasi, keadilan, kesetaraan, solidaritas, dan kemandirian,” tandas Masiun.

Dalam konteks krisis sosial-ekologis dan meningkatnya ketimpangan global dan eskalasi konflik yang berubah menjadi perang, koperasi adalah instrumen atau model pembangunan inklusif yang penting.

Koperasi memungkinkan dapat menjadi solusi karena tendensinya yang berorientasi pada pengakuan atas persamaan, keadilan dan perdamaian.

Resolusi Lampung memperkuat posisi koperasi sebagai jalan masa depan yang menawarkan solusi sistemik dan damai dalam mengatasi tantangan zaman.

Keprihatinan

Masiun menyatakan GKKI menyuarakan keprihatinan mendalam atas makin menyempitnya ruang hidup koperasi sejati di Indonesia.

”Demokrasi ekonomi mandeg, tata kelola banyak yang melenceng dari prinsip dasar koperasi, dan regulasi publik kerap tidak partisipatif bahkan cenderung mengancam kemandirian gerakan koperasi rakyat,” tegasnya.

Ia bersama GKKI menyerukan mandat Lima Seruan Utama Resolusi Lampung 2025.

Pertama, pelaksanaan demokrasi ekonomi sesuai konstitusi. Pemerintah wajib memastikan pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 dan Tap MPR No XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi di seluruh sektor ekonomi nasional. Hal ini termasuk menempatkan koperasi sebagai soko guru ekonomi rakyat, bukan sekadar pelengkap.

Kedua, koperasi harus menjadi arus utama sistem ekonomi nasional. Koperasi harus diakui sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional, bukan lagi sekadar alternatif. Peran koperasi dalam menjalankan demokrasi ekonomi harus ditopang dan dijadikan arsitektur utama perekonomian bangsa.

Ekosistem

Ketiga, penciptaan ekosistem kondusif bagi koperasi. Masiun dan anggota GKKI mendesak pembangunan ekosistem ekonomi dan hukum yang kondusif bagi pertumbuhan koperasi melalui perlindungan, dukungan, dan penguatan kelembagaan koperasi sejati, serta pembebasan dari beban regulasi yang tidak adil.

Berikutnya, penghormatan terhadap otonomi, kemandirian, dan demokrasi koperasi. Pemerintah dan seluruh lembaga negara wajib menghormati kemerdekaan koperasi sebagai gerakan rakyat, dan tidak memaksakan pembentukan atau pengelolaan koperasi dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip dan nilai dasarnya.

Kelima, regulasi kperasi harus mengakui, membedakan, dan melindungi jati diri koperasi. Mereka menuntut agar setiap peraturan terkait koperasi dibentuk dengan pendekatan partisipatif dan memberikan rekognisi (pengakuan), distingsi (pembedaan) dari entitas usaha lain, serta proteksi (perlindungan) terhadap prinsip dan model tata kelola koperasi yang demokratis.

”Upaya apapun yang dilakukan oleh pemerintah untuk membangun dengan mengatasnamakan koperasi harus tidak boleh merusak sendi sendi dasar berkoperasi di masyarakat,” tandas Masiun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.