Pembobolan Rekening Bank, Bukan Hanya Masalah Teknologi

oleh -28 Dilihat
Pakar perbankan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Ayif Fathurrahman.(Foto: istimewa)

 

  • Fraud perbankan biasanya merupakan kegagalan multi-lapis. Ada celah dalam sistem pengendalian internal, lemahnya integritas sumber daya manusia, hingga kurang optimalnya pengawasan regulator.
  • Transparansi dari perbankan akan mengembalikan kepercayaan publik. Selain itu, kompensasi bagi nasabah terdampak harus segera diberikan tanpa proses berbelit.

 

JOGJA, bisnisjogja.id – Pembobolan rekening nasabah senilai Rp 204 miliar di BNI menjadi tamparan keras bagi dunia perbankan Indonesia.

Peristiwa itu menunjukkan bahwa meskipun bank telah memiliki sistem keamanan, masih ada celah serius yang bisa dimanfaatkan untuk tindak kejahatan.

”Kasus tersebut tidak bisa dipandang semata sebagai kegagalan teknologi, melainkan hasil dari kombinasi faktor tata kelola, integritas, dan pengawasan,” tandas pakar perbankan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Ayif Fathurrahman.

Menurutnya fraud perbankan biasanya merupakan kegagalan multi-lapis. Ada celah dalam sistem pengendalian internal, lemahnya integritas sumber daya manusia, hingga kurang optimalnya pengawasan regulator.

”Jadi ini bukan hanya masalah IT, tetapi juga masalah tata kelola dan budaya kerja,” ungkap Ayif.

Ia menilai, inovasi teknologi harus menjadi prioritas bagi bank BUMN agar kasus serupa tidak kembali terulang.

Empat Pilar

Ada empat pilar utama yang menurutnya bisa diperkuat. Pertama, penerapan sistem deteksi fraud berbasis kecerdasan buatan yang mampu menganalisis pola transaksi mencurigakan secara real-time, termasuk pada rekening dormant yang rawan disalahgunakan.

Kedua, memperluas penggunaan multi-factor authentication seperti biometrik, OTP, dan token digital agar transaksi bernilai besar lebih aman.

Ketiga, mempertimbangkan penggunaan blockchain-based ledger untuk memastikan transparansi data transaksi sehingga sulit dimanipulasi. Terakhir, membangun pusat pemantauan keamanan siber yang beroperasi 24 jam dengan sistem peringatan dini.

”Teknologi saja tidak cukup. Inovasi harus ditopang oleh tata kelola yang kuat, audit independen, dan budaya integritas. Kalau tidak, teknologi secanggih apa pun tetap bisa ditembus melalui kolusi atau manipulasi prosedural,” paparnya.

Pengawasan Ketat

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pada rekening dormant atau tidak aktif. Meski secara sistem sudah ada mekanisme pembatasan, verifikasi identitas dan monitoring transaksi sering kali longgar. Hal itu sering dimanfaatkan oleh oknum internal maupun eksternal.

”Kasus tersebut lebih berisiko pada reputasi ketimbang stabilitas sistemik. Bank BUMN memiliki permodalan kuat dan aset besar, sehingga tidak mengancam langsung kestabilan industri. Namun, risiko psikologis bisa lebih berbahaya,” kata Ayif.

Ia menilai transparansi adalah kunci utama. Bank harus berani membuka modus kasus, pihak-pihak yang terlibat, serta langkah korektif yang ditempuh.

Transparansi inilah yang akan mengembalikan kepercayaan publik. Selain itu, kompensasi bagi nasabah terdampak harus segera diberikan tanpa proses berbelit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.