- Larangan impor pakaian bekas telah diatur dalam berbagai regulasi.
- Menteri Keuangan bertujuan menegakkan aturan dan melindungi industri dalam negeri.
- Harga pakaian bekas impor yang murah menjadi solusi bagi konsumen dengan daya beli terbatas.
JOGJA, bisnisjogja.id – Pelarangan impor pakaian bekas sudah berlangsung sejak lama dengan keluarnya Permendag No 51 Tahun 2015 hingga pembaruan pada tahun 2021 dan 2022. Namun demikian, Indonesia masih banjir pakaian bekas bahkan semakin marak.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa semakin menegaskan, memperketat pengawasan peredaran pakaian bekas impor. Langkah itu penting untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari gempuran barang murah ilegal.
Pada bagian lain, banyak orang yang menggantungkan penghasilan pada rantai pasok usaha tersebut. Mereka terancam kehilangan mata pencaharian apabila kebijakan diterapkan tanpa masa transisi yang jelas.
”Larangan impor pakaian bekas telah diatur dalam berbagai regulasi. Penegakan aturan yang kini diperketat, merupakan bagian dari proses penertiban yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir,” tandas Pakar Ekonomi Publik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Dessy Rachmawatie, Jumat (31/10/2025).
Langkah Menteri Keuangan menurutnya bertujuan menegakkan aturan dan melindungi industri dalam negeri. Banyak UMKM seperti perajin batik dan pelaku konveksi sedang berjuang agar tetap bertahan.
”Barang bekas impor yang harganya tidak masuk akal bisa melumpuhkan mereka,” ungkap Dessy.
Impor Ilegal
Ia menegaskan fokus kebijakan seharusnya mengarah pada penindakan impor ilegal, bukan menghentikan penjualan pakaian bekas dari produksi atau pasokan lokal.
Pelaku usaha yang mengandalkan sistem upcycling, daur ulang, atau memperoleh stok secara legal harus tetap bisa beroperasi.
”Selama kebijakan transisi dibuat dengan jelas, pakaian bekas lokal justru bisa menjadi wadah inovasi dan peningkatan daya saing UMKM,” jelasnya.
Kendati demikian, ia mengingatkan, masyarakat berpenghasilan rendah juga perlu mendapat perhatian serius. Harga pakaian bekas impor yang murah selama ini menjadi solusi bagi kelompok konsumen dengan daya beli terbatas.
Dessy memberi usulan, mendorong pemerintah menerapkan kebijakan transisi yang inklusif dan realistis. Beberapa langkah antara lain, menegaskan larangan hanya berlaku untuk impor ilegal, bukan perdagangan domestik.
Selain itu, menyediakan bantuan modal mikro bagi pedagang terdampak, memfasilitasi kemitraan antara UMKM dan industri tekstil nasional serta memberi pelatihan dan sertifikasi kelayakan produk untuk meningkatkan nilai jual dan daya saing.
”Pemerintah perlu menyusun kebijakan berbasis kondisi lapangan. Pendekatan yang adaptif akan lebih efektif dan minim gesekan dengan pelaku usaha kecil,” tandasnya.





