JOGJA, bisnisjogja.id – Pemotongan anggaran banyak menuai polemik dan kritik. Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof Dyah Mutiarin minta pemerintah mengkaji ulang terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Menurutnya, meskipun efisiensi anggaran memang selalu dilakukan, tetapi biasanya tidak besar. Namun, dengan pemangkasan anggaran yang mencapai 22 persen, bisa berdampak pada pelayanan publik yang bersifat dasar.
Ia melihat yang terkena dampak efisiensi meerupakan kementerian yang memiliki tugas untuk pelayanan dasar seperti bidang pendidikan, PUPR, dan kementerian yang lain.
”Ini yang mestinya dipertimbangkan ulang, apakah penempatan efisiensi sudah tepat,” tanya Arin, sapaan akrabnya, Sabtu (15/2/2025).
Kurang Bijak
Menurut Arin, pemangkasan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kurang bijak apabila juga menyentuh sektor pelayanan dasar. Ia memberi contoh misalnya pada layanan kesehatan dan pendidikan.
Ia menjelaskan pemangkasan anggaran untuk pendidikan misalnya pada KIP kuliah akan menyebabkan ratusan ribu orang terkena dampak tidak bisa melanjutkan kuliah.
”Padahal KIP kuliah memang untuk masyarakat yang kurang mampu. Dampaknya akan besar, seperti mahasiswa terpaksa drop out atau akan ada kenaikan biaya kuliah,” tandasnya.
Ketika biaya operasional kampus-kampus berkurang, otomatis untuk menutupnya dengan menaikan UKT. Tentu itu berat bagi masyarakat Indonesia yang saat ini sedang mengalami penurunan daya beli.
”Kalau KIP kuliah tidak ada lagi, bagaimana perguruan tinggi bisa berkontribusi untuk mencerdaskan bangsa,” ujar Arin.
Kampus Swasta
Ia mengingatkan kampus swasta seperti UMY yang berada di bawah Kemendiktisaintek tentu juga akan terdampak. Salah satunya anggaran untuk riset akan ada pemotongan yang mengakibatkan jumlah riset berkurang, sehingga tidak bisa memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat.
Begitu juga dengan sektor kesehatan. Pemangkasan anggaran berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan dasar terutama untuk penanganan penyakit dan masalah stunting.
”Jika masyarakat tidak dapat menanggung biaya perawatan, ini akan menjadi masalah serius,” tegas Arin.
Lebih jauh, ia mengatakan, program Makan Bergizi Gratis merupakan program prioritas pemerintah, dan tentu saja pemerintah akan tetap berupaya mengimplementasikannya. Namun, jika anggaran yang ada tidak mencukupi, bukan dengan pemangkasan besar-besaran yang seharusnya menjadi solusi.
”Harusnya pemerintah mencari solusi alternatif, misalnya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA) dan sektor jasa, atau melaksanakan program MBG secara bertahap. Misalnya, memprioritaskan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) terlebih dahulu, baru setelah itu diperluas ke daerah lain,” sarannya.