”Ketimpangan gender dalam investasi modal manusia masih terjadi dan membawa dampak jangka panjang terhadap ketimpangan pendapatan, partisipasi kerja perempuan, hingga kualitas kesehatan generasi mendatang”.
JOGJA, bisnisjogja.id – Program Studi Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali menunjukan komitmennya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan kebijakan pembangunan berkelanjutan melalui The 1st International Conference on Development Economics and Sustainability (ICDES).
Mengusung tema ”Navigating Sustainable Development through Institutional Innovation and Human Capital Empowerment”, ICDES 2025 menyoroti pentingnya inovasi kelembagaan dan penguatan modal manusia dalam menjawab tantangan pembangunan global yang semakin kompleks.
Konferensi ini merupakan bagian dari The 9th International Conference on Sustainable Innovation (ICOSI), yang bersama-sama menghadirkan diskursus strategis seputar pembangunan berkelanjutan lintas sektor dan disiplin ilmu.
Kegiatan juga turut didukung oleh berbagai institusi pendidikan tinggi yang bertindak sebagai co-host, yakni Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, BINUS University, dan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Narasumber
Konferensi tersebut menjadi ajang bertemunya para akademisi, peneliti hingga guru besar dari berbagai universitas ternama di dalam dan luar negeri. Para pembicara yang hadir dalam ICDES 2025 merupakan sosok-sosok terkemuka di bidang ekonomi pembangunan, keberlanjutan, dan ekonomi syariah.
Mereka antara lain Prof Endah Saptutyningsih, Guru Besar Ekonomi Lingkungan dan Sumber Daya, Dr Vivi Alatas, yang merupakan Ekonom Senior dan Penasihat Kebijakan di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ada pula Assoc Prof Firman Witoelar, Dosen dan Peneliti Utama di Bidang Ekonomi Tenaga Kerja dan Kemiskinan, Australian National University, Australia.
Kehadiran para pembicara memperkuat posisi ICDES 2025 sebagai ajang akademik bergengsi yang tidak hanya mempertemukan pemikiran lintas disiplin, tetapi juga menjembatani dunia akademik dengan pembuat kebijakan untuk merancang masa depan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berbasis inovasi.
Tantangan Utama
Salah satu sesi yang menjadi sorotan utama dalam konferensi ini adalah pemaparan dari Prof Endah Saptutyningsih, Guru Besar Ekonomi Lingkungan dan Sumber Daya UMY.
Dalam presentasinya yang berjudul ”From People Power to Policy Innovation: Institutional Pathways for Sustainable Development in Indonesia”, ia menekankan tantangan utama dalam perubahan iklim bukan hanya pada aspek karbon, tetapi pada bagaimana institusi memerintah, membangun kepercayaan, dan bertindak.
”Inovasi kelembagaan merupakan kunci mencapai pembangunan berkelanjutan yang inklusif. Tiga dimensi utama inovasi kelembagaan yakni partisipasi dalam tata kelola, adaptasi kelembagaan, dan integrasi lintas level pemerintahan,” papar Endah.
Ia juga mengangkat pentingnya modal sosial, seperti keterlibatan komunitas lokal, kepercayaan terhadap pemimpin, dan inisiatif berbasis masyarakat sebagai mesin tersembunyi dalam memperkuat ketahanan lingkungan.
”People are not barriers—they are the bridge,” tegasnya, menekankan bahwa masyarakat bukan hambatan, tetapi jembatan menuju pembangunan berkelanjutan.
Kebijakan Publik
Memasuki sesi selanjutnya, Dr Vivi Alatas tampil dengan perspektif yang segar dan mendalam mengenai dimensi perilaku dalam kebijakan publik.
Dalam presentasinya berjudul ”Bersama Berantas Kemiskinan dengan Pendekatan Behavior Approach”, ia menekankan pentingnya pendekatan perilaku dalam merancang kebijakan publik.

Ia menunjukkan intervensi kecil berbasis behavioral economics dapat membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, hingga keuangan.
Dengan pendekatan EAST (Easy, Attractive, Social, Timely), Vivi menegaskan bahwa solusi yang sederhana namun kontekstual lebih mudah diterima oleh kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Studi dari berbagai negara turut dihadirkan untuk memperkuat argumen bahwa kebijakan berbasis perilaku bukan hanya efektif, tetapi juga efisien dalam konteks pembangunan.
Isu Gender
Menutup seluruh rangkaian sesi konferensi, Assoc Prof Firman Witoelar, Dosen dan Peneliti Utama dari Australian National University dan afiliasi riset di Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL), MIT.
Dalam paparan berjudul ”Microfoundations of Empowerment: Human Capital and Gender in Indonesia”, Firman menyoroti pentingnya investasi pada modal manusia sebagai pondasi pembangunan ekonomi, khususnya melalui pendekatan yang sensitif terhadap isu gender.
Ia menjelaskan bahwa pendekatan klasik dalam ekonomi rumah tangga sering mengabaikan ketimpangan kekuasaan antar gender yang berdampak pada distribusi pendidikan dan kesehatan dalam rumah tangga.
Dengan data longitudinal dari Indonesian Family Life Survey (IFLS), ia menunjukkan bahwa ketimpangan gender dalam investasi modal manusia masih terjadi dan membawa dampak jangka panjang terhadap ketimpangan pendapatan, partisipasi kerja perempuan, hingga kualitas kesehatan generasi mendatang.
”Kebijakan berbasis gender bukan hanya tentang keadilan, tetapi juga memperbesar dampak sosial dari setiap investasi pembangunan,” tegasnya.
Bangun Jejaring
Konferensi ditutup dengan sesi refleksi dan penyampaian apresiasi kepada seluruh pembicara, peserta, panitia, serta institusi yang telah berkontribusi dalam kesuksesan penyelenggaraan ICDES 2025.
Ketua Panitia, Dr Khalifany Ash Shidiqi, menyampaikan bahwa ICDES bukan hanya sekadar forum akademik, melainkan ruang strategis untuk membangun jejaring, menyelaraskan perspektif lintas disiplin, dan merumuskan arah kebijakan pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Ia menegaskan kolaborasi antara akademisi dan pemangku kebijakan menjadi kunci untuk menjawab tantangan global, seperti krisis iklim, ketimpangan sosial, dan disrupsi teknologi. Karena itu, hasil-hasil diskusi dan presentasi ilmiah ICDES 2025 dapat ditindaklanjuti dalam bentuk riset kolaboratif, rekomendasi kebijakan, dan inovasi nyata yang berdampak luas di masyarakat.
Sebagai penutup, konferensi mempertegas komitmen UMY untuk terus menjadi bagian dari solusi global, mendorong transformasi pembangunan ekonomi yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan, tetapi juga keberlanjutan, keadilan sosial, dan pemberdayaan manusia.

 
													



