JUMLAH unit usaha UMKM mencapai 99 persen dari total unit usaha dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 97 persen dari total tenaga kerja. Usaha tersebut juga berperan besar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hal itu tercermin dari pangsa terhadap pembentukan PDB yang mencapai 60,51 persen dan berkontribusi terhadap ekspor nasional sekitar 15,7 persen dari total ekspor nasional (https://www.ekon. go.id/publikasi/detail/).
Tantangan peningkatan kapasitas UMKM menurut hasil studi penulis (2022), terkait beberapa aspek, yaitu manajerial, permodalan, pasar, penguasaan teknologi, SDM, dan sentra UMKM. Karena itu, perlu arah kebijakan dan strategi untuk mendorong UMKM lebih berkembang, seperti yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dalam program pengembangan UMKM melalui tiga pilar kebijakan, yaitu korporatisasi, kapasitas, dan pembiayaan (https://www.bi.go.id).
Peningkatan Kapasitas
Pilar pertama, korporatisasi UMKM dilakukan untuk meningkatkan kapasitas UMKM dengan membentuk kelompok atau badan usaha, termasuk melalui integrasi rangkaian nilai bisnis, untuk mencapai skala ekonomi dalam memperluas akses pasar dan pembiayaan.
Pilar kedua, kapasitas UMKM dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas UMKM melalui inovasi dan digitalisasi proses bisnis sehingga mendukung perbaikan daya saing UMKM.
Pilar ketiga, pembiayaan UMKM dilakukan melalui upaya fasilitasi akses pembiayaan UMKM sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas usaha UMKM. Penguatan korporatisasi, peningkatan kapasitas, dan akses pembiayaan dilakukan melalui sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pengembangan UMKM melalui jalur pembiayaan dari BI dapat disergikan dengan pengembangan UMKM dari OJK melalui jalur Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities CrowdFunding (SCF) (Wijoyo, OJK, 2024).
Opsi Pembiayaan
Program Layanan Urun Dana dari OJK tersebut (maksimum Rp 10 miliar) merupakan opsi pembiayaan bagi UMKM di samping Kredit Usaha Rakyat (KUR) antara Rp 50 juta – Rp 500 juta), pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Rp 25 juta, Peer to Peer Lending maksimum Rp 2 miliar, dan Initial Public Offering (IPO) untuk total aset maksimum Rp 50 miliar (emiten kecil) dan maksimum Rp 250 miliar (emiten menengah).
Latar belakang pengembangan UMKM dari OJK melalui Layanan Urun Dana adalah perkembangan fintech yang luar biasa menjadi media bagi Pasar Modal Indonesia berperanserta dan bersinergi memanfaatkan fintech untuk menumbuhkembangkan Pasar Modal Indonesia.
Selain itu, menjembatani adanya gap pembiayaan bagi start-up company dan UMKM dengan menyediakan alternatif sumber pendanaan berbasis teknologi informasi, dan menjadi dasar hukum bagi kegiatan Layanan Urun Dana di Indonesia.
Naik Kelas
Layanan Urun Dana dikuatkan dari sisi hukum dengan adanya POJK POJK 57/2020 tentang Penawaran Efek melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi dan POJK 16/2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
Sinergi BI dan OJK dalam pengembangan UMKM melalui dukungan terhadap aspek pembiayaan sejalan dengan teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Solow-Swan yang berkembang sejak tahun 1950an.
Menurut Solow-Swan, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Peran modal di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi karena menjadi sumber investasi.
Bagi UMKM, dari berbagai penelitian menunjukkan salah satu keterbatasan pengembangan UMKM Indonesia adalah terkait dengan sumber permodalan. Karena itu, Layanan Urun Dana menjadi sumber pendanaan bagi UMKM Indonesia untuk lebih berkembang lagi menjadi UMKM naik kelas, yaitu dari UMKM Potensial ke UMKM Sukses, kemudian menjadi UMKM Digital, dan UMKM Ekspor.
- Penulis, Dr Rudy Badrudin MSi, Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta, Pengurus ISEI Yogyakarta, dan Peneliti Senior PT Sinergi Visi Utama





