Sultan HB X: Industri Tekstil Hadapi Tantangan Besar

oleh -19 Dilihat
TERIMA TAMU: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama Penasehat BPD API DIY Robby Kusumaharta menerima pengusaha tekstil dari seluruh dunia.(Foto: Y Sri Susilo)

 

  • Industri tekstil di masa depan menurut Sultan HB X adalah kolaborasi antara data saintifik dan maestro tenun, antara insinyur bioteknologi dan perajin tradisional, antara regulator yang visioner dan pelaku industri yang gesit.
  • Tema ITMF and IAF Annual Meeting 2025 adalah ”Menavigasi Ketidakpastian dan Mengadopsi Teknologi, Jalan Menuju Kekuatan Berkelanjutan dalam Industri Tekstil dan Pakaian Jadi”.

 

JOGJA, bisnisjogja.id – Industri tekstil dunia ke depan menghadapi beberapa tantangan besar mulai dari keberlanjutan, disrupsi digital dan kompleksitas rantai pasok global.

Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan itu dalam rangkaian acara ITMF Annual Meeting 2025 / IAF Fashion Convention 2025 di Yogyakarta 24-25 Oktober 2025, yakni Royal Welcome Dinner di Pendopo Agung, Royal Ambarrukmo (Kamis, 23/10/2025).

Acara tersebut diselenggarakan Badan Pengurus Pusat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (BPP API) dan didukung Badan Pengurus Daerah API DIY (BPD API DIY).

Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum BPP API 2025-2026 Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, Ketua BPD API DIY Suyatman Nainggolan, Penasehat BPD API DIY Robby Kusumaharta, Kepala DI DIY Sri Darmadi Sudibyo (Kepala BI DIY), Kepala OJK DIY Eko Yunianto dan sejumlah pengurus ITMF, IAF, BPP API dan BPD API DIY. Acara tersebut juga dihadiri oleh 350 peserta pertemuan tahunan ITMF dan IAF.

”Industri tekstil ke depan menghadapi beberapa tantangan besar,” ungkap Sri Sultan Hamengku Buwana X.

Tantangan termaksud, pertama, tekanan keberlanjutan yang multidimensi, di mana munculnya tuntutan transformasi radikal dari ekonomi linear menuju ekonomi sirkular yang regeneratif, akibat perubahan iklim.

”Tantangan ini tidak hanya tentang mengurangi limbah, tetapi juga menekan konsumsi air yang masif, polusi mikroplastik, dan emisi karbon dari rantai produksi global,” jelas Sultan.

Disrupsi Digital

Tantangan yang kedua, disrupsi digital dan kesenjangan teknologi. Revolusi Industri 4.0 membawa otomasi, AI (Artificial Inteligence), dan Blockchain yang mengubah lanskap produksi.

Kondisi tersebut menjadikan jurang antara perusahaan besar dan UMKM yang kesulitan mengakses teknologi, justru berpotensi menciptakan kesenjangan yang mengancam keberlangsungan pelaku industri tradisional.

DELEGASI: Para delegasi tekstil dunia bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.(Foto: Y Sri Susilo)

Tantangan ketiga adalah kompleksitas rantai pasok global, di mana dimungkinkan efisiensi, tetapi menciptakan kerentanan terhadap guncangan. Mulai dari pandemi, konflik geopolitik, hingga fluktuasi harga bahan baku global.

”Berangkat dari tantangan tersebut, visi ke depan mengharuskan untuk berpikir secara ekosistem, bukan hanya sektor. Kolaborasi yang dibangun melalui pertemuan ini, harus melampaui batas-batas konvensional,” tegas Sultan.

Industri tekstil di masa depan menurut Sultan adalah kolaborasi antara data saintifik dan maestro tenun, antara insinyur bioteknologi dan perajin tradisional, antara regulator yang visioner dan pelaku industri yang gesit.

Peta Jalan

Berkaitan dengan hal tersebut, Sultan mengajak bersama untuk membangun peta jalan menuju ”Textile 5.0”, sebuah era di mana industri menjadi pionir dalam keberlanjutan, inklusivitas, dan kecerdasan buatan, tanpa kehilangan jiwa dan jati dirinya.

Jemmy Kartiwa Sastratmaja menginformasikankan, ITMF and IAF Annual Meeting 2025 diikuti sekitar 350 tamu, yang terdiri atas 268 tamu mancanegara dan 89 tamu dari dalam negeri.

Pertemuan tersebut akan menjadi forum untuk saling bertukar informasi dan pengetahuan serta merumuskan berkelanjutan industri tekstil dunia.

”Mari kita bersama merayakan komitmen memajukan salah satu sektor penting di dunia, melalui kolaborasi dan saling belajar tanpa batasan. Tentu semua ini demi mewujudkan cita-cita bersama untuk masa depan keberlanjutan industri tekstil maupun pakaian jadi,” harap Jemmy.

Menurut Jemmy, tema ITMF and IAF Annual Meeting 2025 adalah ”Menavigasi Ketidakpastian dan Mengadopsi Teknologi, Jalan Menuju Kekuatan Berkelanjutan dalam Industri Tekstil dan Pakaian Jadi”.

Yogyakarta dipilih sebagai tempat penyelenggaraan karena dinilai memiliki kekuatan kekayaan warisan seni, kerajinan, dan kreativitasnya.

”Yogyakarta juga dikenal memiliki esensi industri tekstil dan fashion yang mempertemukan tradisi dengan inovasi. DIY juga dikenal sebagai pusat produsen tekstil dan garmen yang maju berkembang, sehingga perlu mendapatkan perhatian dari pemangku kepentingan,” jelas Jemmy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.