JAKARTA, bisnisjogja.id – Aktivitas jasa mulai mendominasi perekonomian Indonesia. Hal itu menjadi alasan pertumbuhan ekonomi menjadi kurang stabil karena rentan terkena guncangan.
”Menjaga perekonomian nasional yang resilien dan berdaya saing perlu pemilahan antara booster sector, looser sector, dan lagging sector untuk melihat potensi perekonomian Indonesia,” ungkap WKU Analisis Kebijakan Makro Mikro Ekonomi, Kadin Indonesia, Aviliani.
Ia menyampaikan pendapatnya pada forum ”Kadin: Global & Domestic Economic Outlook 2025”. Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya N Bakrie, membuka acara tersebut.
Tiga Pilar
Menurut Aviliani, ada istilah ”eventonomics” yang dapat mendorong sektor jasa. Ia menjelaskan tiga pilar utama, yakni multievent yang mendorong multisport event, MICE yang biasanya menggerakkan perekonomian daerah.
Berkutnya, artisan yang akan mendorong komoditas serta potensi lokal seperti kopi, teh, coklat bahkan hingga subak untuk memberikan nilai tambah. Ketiga, red hot industry, melibatkan industri musik, film, animasi, dan jasa desain untuk mengurangi ketergantungan produk digital services.
”Ide eventonomics sebenarnya menjadi perhatian Kadin terhadap sektor jasa yang rentan guncangan. Apabila dilihat dari kelembagaan, ada Kementerian Perindustrian yang mengurusi manufaktur tetapi masih belum adanya Kementerian Jasa yang dapat mengorkestrasi sektor jasa,” paparnya.
Sementara itu, Wakakomtap II Kajian Sektoral dan Pelaku Industri, Kadin Indonesia, Andry Satrio Nugroho mengungkapkan ”eventonomics” menjadi hal yang menarik. Ini perlu dorongan agar dapat diimplementasikan.
”Eventonomics sebagai strategi yang dapat mendorong sektor jasa di Indonesia menjadi sangat menarik apabila dapat diterapkan. Memiliki nilai tambah yang maksimal, mendorong ekonomi kreatif, bahkan dapat berdampak pada sektor pariwisata,” papar Andry.





