Efisiensi, Langkah Besar Transformasi Birokrasi

oleh -71 Dilihat
Ferrynela Purbo Laksono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.(Foto: istimewa)

BANYAK tantangan yang dihadapi negara besar seperti Indonesia. Tantangan terbesarnya adalah luasan wilayah yang membentang dari Sumatra hingga Papua.

Jumlah total provinsi mencapai 38 dan 514 kabupaten/kota memperlihatkan betapa luasnya Indonesia. Belum lagi pula-pulau yang mencapai ribuan.

Sebaran tersebut merupakan kekayaan yang juga membawa tantangan tersendiri. Kondisi ini menjadi tantangan karena sulitnya proses pengambilan kebijakan. Terlebih, infrastruktur yang belum merata.

Sulitnya pengambilan kebijakan selain luasnya wilayah, juga karena budaya birokrasi yang berbelit. Otonomi daerah bisa menjadi peluang di satu sisi, namun dapat menjadi tantangan di lain sisi. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah.

Terlebih dengan adanya politik anggaran yang kerap mengganggu sering menjadi tantangan yang tidak mudah. Berbagai pihak tentu menginginkan kepentingannya. Persoalan-persoalan tersebut bisa menjadi persoalan yang rumit dicari ujungnya apalagi ada ego sektoral.

Transformasi

Pengelolaan pemerintah dan organisasi publik sangat dekat dengan politik dan kekuasaan. Karena itu pemimpin politik menjadi kunci. Dengan demikian para pekerja mengikuti instruksi pemimpin. Dalam beberapa kasus sudah sangat baik, hanya kurang inovatif.

Banyak di antara pekerja yang birokratis. Mereka bekerja hanya berbasis pada program dan dokumen. Tidak ada yang salah dengan itu karena bagaimanapun dokumen penting, namun terkadang ini sering tidak menjawab persoalan fundamental yang dihadapi pada setiap wilayah kerja.

Setiap daerah mempunyai kebutuhan yang berbeda. Perlu solusi yang inovatif untuk setiap daerah. Solusi diarahkan tidak mengandalkan sumber daya manusia tapi juga sumber daya lain seperti sumber daya sosial yang cukup besar, dan sumber daya industri.

Perlu lokomotif penarik untuk menuju pada inovasi agar dapat efisien. Salah satu langkah adalah pengukuran kinerja instansi daerah dan aparat yang lebih tepat.

Pendekatan indikator pekerja lebih ke pendekatan outcomes, output, dan pertumbuhan. Tujuannya agar dapat menyelesaikan persoalan yang fundamental sesuai dengan tupoksi masing-masing aparat pekerja di lingkup pemerintahan.

Ukuran Keberhasilan

Upaya sistematis dapat dilakukan dengan lebih baik. Termasuk salah satunya melihat kembali ukuran keberhasilan atau kegagalan instansi pemerintah mulai dari pemerintah pusat hingga daerah.

Kinerja instansi dan individu dapat diukur untuk mengarah pada efektif dan efisien. Selama ini budaya penyerapan anggaran dianggap sebagai sebuah keberhasilan diganti dengan penyelenggaraan yang lebih berbasis pada outcomes, output, dan pertumbuhan yang langsung dapat dirasakan masyarakat.

Keterlibatan teknologi dapat menjadi salah satu cara untuk mempermudah pekerjaan. Hal itu bisa menjadi solusi atas budaya yang hanya berbasis pada dokumen, bukan pada output dan outcomes. Selain itu teknologi hadir juga sebagai salah satu mekanisme kontrol agar efisiensi terjaga dengan baik.

Hanya saja, persoalan sekarang adalah berbagai aplikasi yang digunakan justru mengarah ke efisien. Sudah banyak aplikasi, hanya tidak sinkron. Ini persoalan yang serius, dengan aplikasi yang banyak bertebaran sehingga tidak dapat membuat kebijakan yang lebih tepat.

Masalah cyber security juga menjadi isu yang sangat krusial dalam campur tangan teknologi. Perlu melibatkan person dan atau lembaga yang betul-betul ahli. Negara kita tidak kekurangan orang hebat dalam persoalan tersebut.

Konsistensi

Perlu konsisten kebijakan yang komprehensif dan selalu berfokus pada penanganan masalah inti dan inovasi. Dengan begitu kepercayaan masyarakat, dan para penyelenggara pemerintahan tingkat paling bawah dapat percaya pada sistem dan inovasi yang dibangun.

Efisiensi tidak hanya isu politis namun menjadi persoalan yang menyasar pada persoalan fundamental. Karena itu perlu keberlangsungan peran pemerintah mulai dari pusat dan daerah. Dengan begitu aparat dari kementerian sampai daerah paling rendah lambat laun dapat mengikuti.

Perlu dipahami bahwa perubahan memerlukan waktu, tidak cukup setahun, dua tahun. Waktu menjadi krusial. Langkah yang paling baik adalah dengan mempraktikkan dan mengomunikasikan tata negara yang efisien secara konsisten.

  • Penulis, Ferrynela Purbo Laksono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.