JOGJA, bisnisjogja.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025). Ini sebagai langkah penguatan ekosistem, tata kelola dan perlindungan konsumen dalam industri asuransi kesehatan.
Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang, di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global.
Secara umum, SEOJK 7/2025 mengatur lebih lanjut mengenai kriteria perusahaan asuransi yang dapat menyelenggarakan lini usaha asuransi Kesehatan.
Termasuk penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai bagi perusahaan asuransi dalam menyelenggarakan lini usaha asuransi kesehatan.
”Objek pengaturan dalam SEOJK 7/2025 ditujukan untuk produk asuransi kesehatan komersial dan tidak berlaku untuk skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan,” papar Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi, Senin (9/6/2025).
Nilai Tambah
Menurut Ismail, penerbitan SEOJK 7/2025 untuk mendorong setiap pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi upaya efisiensi biaya kesehatan dalam jangka Panjang.
Hal itu untuk mengingat tren inflasi medis yang terus meningkat dan jauh lebih tinggi dari inflasi umum, dan tidak hanya di Indonesia namun juga terjadi di seluruh dunia.
Ia menjelaskan beberapa substansi pada SEOJK 7/2025, antara lain kewajiban perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi untuk menyesuaikan fitur produk asuransi Kesehatan.
Fitur tersebut berupa penerapan pembagian risiko (co-payment) berupa porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar sepuluh persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.
Batasan maksimumnya sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim rawat jalan, Rp 3.000.000 per pengajuan klaim rawat inap.
Coordination of Benefit, yang memungkinkan koordinasi pembiayaan kesehatan apabila pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan skema JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Ketentuan tanggung jawab pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar sepuluh persen dari total pengajuan klaim dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas serta akan mendorong premi asuransi kesehatan yang affordable atau lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik.
Peningkatan
”Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, termasuk Indonesia, mekanisme co-payment atau deductible akan mendorong peningkatan awareness pemegang polis atau tertanggung dalam memanfaatkan layanan medis yang ditawarkan oleh fasilitas kesehatan,” paparnya.
Kewajiban perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi yang menyelenggarakan produk asuransi kesehatan untuk memiliki tenaga ahli yang memadai, termasuk tenaga medis dengan kualifikasi dokter yang berperan untuk melakukan analisis atas tindakan medis dan Telaah Utilisasi (Utilization Review).
Juga harus memiliki Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board) dan sistem informasi yang memadai untuk melakukan pertukaran data secara digital dengan fasilitas kesehatan.
Semua hal itu agar perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi dapat melakukan analisis terhadap efektivitas layanan medis dan layanan obat yang diberikan oleh fasilitas kesehatan berdaarkan data digital yang dikumpulkan, dan memberi masukan kepada fasilitas kesehatan secara berkala melalui mekanisme Utilization Review.
”SEOJK 7/2025 mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2026. Pertanggungan atau kepesertaan atas Produk Asuransi Kesehatan yang sudah berjalan pada saat SEOJK 7/2025 ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa pertanggungan atau kepesertaan berakhir,” papar Ismail.
Bagi Produk Asuransi Kesehatan yang dapat diperpanjang secara otomatis dan telah mendapatkan persetujuan OJK atau dilaporkan kepada OJK sebelum SEOJK 7/2025 ini berlaku, harus disesuaikan dengan SEOJK ini paling lambat tanggal 31 Desember 2026.
”OJK akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi SEOJK untuk memastikan ketentuan ini berjalan efektif dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh pihak, termasuk peserta,” tandasnya.