Revolusi Hijau dari Desa, Jangan Sampai Petani Jadi Korban

oleh -123 Dilihat
PETANI: Ketua Harian DPD HKTI DIY Drs R Widi Handoko dan Ketua DPP HKTI 2025-2030 Sudaryono.(Foto: istimewa)

JOGJA, bisnisjogja.id – Penyatuan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) bukan sekadar urusan internal organisasi. Ini pertaruhan nasib jutaan petani Indonesia di tengah krisis pangan global dan gempuran liberalisasi pasar.

Dalam Musyawarah Nasional (Munas) HKTI ke-10 yang berlangsung 24–26 Juni 2025 di Kementerian Pertanian, Jakarta, muncul sinyal kuat transformasi yakni HKTI harus menjelma sebagai kekuatan politik rakyat yang solid, profesional, dan independen.

”Kalau gagal, petani kembali jadi korban. Tapi kalau berhasil, HKTI akan menjadi mesin perubahan dari desa untuk Indonesia,” tegas Ketua Harian DPD HKTI DIY, Drs R Widi Handoko.

Munas HKTI ke-10 sangat strategis dengan terpilihnya Wakil Menteri Pertanian Sudaryono secara aklamasi sebagai Ketua Umum HKTI periode 2025–2030, menggantikan Fadli Zon yang telah menjabat selama dua periode.

Turut hadir dalam munas, jajaran penting seperti Menteri Pertanian Amran Sulaeman, Ketua Bappenas Ir Rahmat Pambudi, Wamendes Riza Patria, serta para delegasi DPD dan DPC HKTI dari seluruh Indonesia.

Dalam pidato penyerahannya, Fadli Zon menyatakan syukur dan optimistis atas kepemimpinan baru. Estafet perjuangan HKTI kini berada di tangan yang tepat.

Tugas Berat

Sudaryono dalam pidato perdananya menegaskan bahwa tugas ini berat, tapi sejalan dengan perintah Presiden Prabowo agar program swasembada pangan tuntas secara konkret.

”Ini tanggung jawab besar, tapi justru itu yang memberi energi,” tandas Sudaryono.

Dukungan penuh datang dari seluruh jajaran HKTI DIY yang hadir lengkap bersama lima DPC kabupaten/kota. Widi Handoko, Ketua Harian DPD HKTI DIY, menilai Sudaryono sebagai sosok muda, visioner, dan punya kedekatan emosional dengan kehidupan petani.

PENGURUS DIY: Jajaran pengurus HKTI dari seluruh DIY.(Foto: istimewa)

”Ia lahir dari keluarga petani, ini bukan sekadar simbol tapi roh yang hidup dalam gerakan pertanian kita,” tandasnya.

Tak berhenti pada seremoni, HKTI DIY meluncurkan program ”Lumbung Beras DIY” sebagai tonggak nyata revolusi hijau dari Yogyakarta. Program tersebut mencakup penguatan infrastruktur pertanian, pelatihan teknologi tepat guna, hingga perluasan akses modal dan pasar bagi petani.

Swasembada

”Dari DIY kita mulai. Swasembada pangan bukan lagi jargon politik, tapi perjuangan bersama. Petani harus berdaulat atas lahan, benih, dan hasil panennya,” tegas Widi.

Ia menekankan, HKTI DIY juga menggandeng akademisi, sektor swasta, dan pemerintah daerah sebagai mitra kolaboratif. Semangat ”Dari DIY Mengindonesia” menjadi fondasi gerakan.

Gerakan tersebut merupakan kebangkitan baru dari akar rumput untuk menopang kedaulatan pangan nasional.

”Inilah wajah baru revolusi hijau, tumbuh dari desa, bergerak untuk Indonesia. Ini sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo dalam menciptakan kemandirian pangan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.